5 Ciri-Ciri Sejarah Sebagai Ilmu Beserta Contohnya Lengkap
- Get link
- X
- Other Apps
Dalam mempelajari sejarah, salah satu manfaat yang dapat kita peroleh ialah manfaat pendidikan. Dari manfaat ini maka kita sering mendengar ucapan "Belajarlah dari sejarah" atau "Sejarah mengajarkan kepada kita" atau "Perhatikanlah pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh sejarah". Dengan demikian, persoalan "belajar dari sejarah" ini menyangkut diktum "L'historie se repete" atau sejarah berulang.
Maka kita bertanya : "Benarkah sejarah berulang?" Secara sepintas kita cenderung untuk menjawab dengan tegas "tidak". Dengan alasan bahwa tidak ada peristiwa yang dapat terjadi lagi. Perlawanan Pattimura 1817; Perlawanan Kaum Paderi (1821-1838), Perlawanan Diponegoro (1825-1830); Perlawanan Bali (1846-1905), Perlawanan Aceh (1871-1904), dan perlawanan-perlawanan daerah yang lain, demikian juga Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak akan terjadi lagi, tidak akan terulang lagi.
Semua ini sesuai dengan diktum Geschiste ist einmalig atau sejarah hanya terjadi sekali saja. Jadi, sejarah sebagai peristiwa yang tidak mungkin terulang lagi (einmalig = terjadi sekali saja). Dengan kata lain, sejarah sebagai peristiwa, hanya sekali terjadi (einmalig).
Peristiwa perlawanan-perlawanan para pahlawan bangsa Indonesia yang telah disebutkan di atas berulang-kali ditulis kembali (dikisahkan) oleh penulis sejarah (sejarawan) atau orang yang berminat pada sejarah. Hasil penulisannya berupa karya tulis, dapat berwujud cerpen, buku atau dalam majalah, surak kabar, baik cetak maupun elektronik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa sejarah hanya terjadi sekali (proses tidak berkelanjutan = sejarah objektif = sejarah sebagai peristiwa), namun kisahnya atau makna dari peristiwa tersebut dapat berulang-ulang (ada proses berkelanjutan = sejarah subjektif = sejarah sebagai kisah).
Berdasarkan uraian di atas kita ketahui bahwa sejarah mempunyai beberapa pengertian, yaitu sebagai berikut.
■ Sejarah sebagai peristiwa adalah menyangkut peristiwanya itu sendiri, yang sekali terjadi, sehingga tidak berulang
■ Sejarah sebagai kisah adalah menyangkut penulisan kembali peristiwa tersebut oleh seorang sejarawan/siapa saja yang berminat terhadap sejarah lewat jejak-jejak masa lalu.
Selain sejarah sebagai peristiwa dan sebagai kisah, sejarah juga sebagai ilmu. Untuk memahami tentang sejarah sebagai ilmu, perlu kiranya mengetahui apa ilmu itu dan apa kriterianya? Ada beberapa jalan untuk mencari pengetahuan, antara lain sebagai berikut.
■ Dengan jalan mendengarkan cerita orang lain
Pengetahuan yang didapat dari mendengarkan cerita orang, belum sahih jika belum ada bukti-bukti pengujiannya, sebab mungkin sekali cerita itu hanya mengisi waktu luang.
■ Dengan jalan keterangan/penelitian
Pengetahuan yang berdasarkan keterangan, memberi dasar yang kuat, dan kokoh akan pengetahuan kita.
■ Dengan jalan pengalaman sendiri
Pengetahuan berdasarkan pengalaman ada yang berdasarkan kenyataan yang pasti; tetapi derajat kebenarannya tergantung akan ketajaman pengetahuan kita.
Untuk membedakan pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan penelitian dapat diberikan beberapa contoh sebagai berikut.
Seorang petani menggunakan pupuk untuk tanamannya karena berdasarkan pengalamannya, tanaman yang dipupuk memberikan hasil lebih baik daripada tanaman yang tidak dipupuk. Pengetahuan tersebut berdasarkan pengalamannya sendiri.
Lain halnya seorang ahli tanaman, memberikan pupuk pada tanaman berdasarkan penyelidikan/penelitian, bahwa tanaman itu memerlukan jenis pupuk tertentu dan pada saat-saat tertentu sehingga hasilnya baik.
|
Kedua contoh tersebut di atas sama-sama pengetahuan untuk memupuk tanaman. Pengetahuan yang didapat berdasarkan pengalaman, disebut pengetahuan pengalaman atau sering disingkat pengalaman. Adapun pengetahuan yang didapat berdasarkan penelitian disebut ilmu. Suatu pengetahuan disebut ilmu jika memenuhi beberapa kriteria, yakni :
(1) memiliki metode yang efisien,
(2) memiliki obyek yang definitif,
(3) memiliki formulasi kebenaran yang umum,
(4) adanya penyusunan yang sistematis, dan
(5) memiliki kebenaran yang objektif.
Ciri-Ciri Sejarah Sebagai Ilmu dan Contohnya
Dari uraian di atas mengenai ciri-ciri ilmu, bagaimanakah dengan sejarah? Jelaslah bahwa sejarah juga termasuk ilmu tersendiri, karena memiliki persyaratan sebagai ilmu, yakni:
1. Memiliki Tujuan
Ilmu memiliki tujuan sendiri untuk membedakan dengan ilmu yang lain. Artinya, dengan memiliki tujuan, sesuatu ilmu akan dibatasi oleh objek material atau sasaran yang jelas. Misalnya, objek ilmu kedokteran adalah manusia dan masyarakat dengan sasaran pokok tubuh manusia (misalnya penyakit).
Dengan demikian fokus usahanya ialah usaha untuk menyembuhkan supaya manusia menjadi sehat. Ilmu kedokteran juga bertujuan untuk memanfaatkan ilmu dan teknologi kedokteran demi untuk menjaga kesehatan manusia dan masyarakat.
Sementara itu, objek kajian sejarah adalah kehidupan manusia masa lampau, yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan kehidupan masa sekarang dan masa yang akan datang sebagai kontinuitas kehidupan. Sejarah memiliki ruang lingkup yang jelas, yakni apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dirasakan oleh manusia.
2. Memiliki Metode
Metode dalam arti yang luas adalah cara atau jalan untuk melakukan sesuatu menurut aturan tertentu. Dengan menggunakan metode, maka seseorang dapat melakukan kegiatan secara lebih terarah. Dengan demikian kegiatan tersebut bersifat lebih praktis sehingga dapat mencapai hasil maksimal. Kumpulan pengetahuan yang memiliki metode akan dapat tersusun secara lebih terarah, lebih teratur serta lebih mudah dipelajari.
Tanpa suatu metode, suatu pengetahuan mengenai apa pun tidak dapat digolongkan ke dalam ilmu. Sejarah memiliki metode tersendiri dalam kerangka penelitiannya, yakni metode sejarah meliputi pengumpulan, mengadakan penilaian sumber (kritik), penafsiran data dan penyajian dalam bentuk cerita sejarah (historiografi).
3. Pemikiran yang Rasional
Ilmu hanya dapat dipahami dengan akal pikiran yakni dengan menggunakan penalaran yang sehat. Analisis yang dilakukan terhadap sejumlah pengetahuan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat diterima oleh aturan-aturan logika untuk mencapai suatu kesimpulan.
Proses penyimpulan itu disebut penalaran. Demikian pula dengan syariah apa yang disajikan dalam bentuk sejarah diusahakan sejauh mungkin mendekati seperti peristiwanya. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis data secara ilmiah dengan menggunakan rasio.
4. Penyusunan yang Sistematis
Penyusunan secara sistematis memungkinkan pengetahuan yang diteliti saling berkaitan dengan bidang ilmu lain sehingga merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain. Dengan demikian, berbagai pengetahuan tersebut tidak saling bertentangan melainkan dapat runtut dan konsisten.
Jadi, yang dimaksud dengan ilmu bukan hanya sekedar kumpulan pengetahuan yang terkumpul menjadi satu. Penyusunan secara sistematis pengetahuan sejarah mulai dari langkah yang pertama (pengumpulan sumber) sampai dengan yang terakhir (penulisan sejarah sebagai kisah).
5. Kebenaran Bersifat Objektif
Pengetahuan ilmiah dapat dikomunikasikan dengan orang lain dan kebenarannya dapat diterima oleh orang lain juga, karena sesuai dengan kenyataan (objektif). Sejarah sepanjang menyangkut tentang fakta adalah objektif. Oleh karena fakta sejarah adalah objektif, maka penulisannya harus berdasarkan fakta tersebut. Dengan demikian, sejarah memiliki kebenaran objektif.
Dengan kriteria seperti tersebut di atas, maka jelas bahwa sejarah dapat dimasukkan dalam ilmu tersendiri. Jadi ilmu sejarah memperoleh kedudukan sebagai ilmu setelah pelbagai peristiwa sejarah itu disoroti sebagai suatu permasalahan dengan cara menganalisis hubungan sebab akibat sedemikian rupa, sehingga dapat ditemukan hukum-hukum sejarah tertentu yang menjadi patokan bagi terjadinya peristiwa.
Sejarah sebagai Seni (Materi Tambahan)
Satu pertanyaan yang terbersit dalam pemikiran kita setelah kita mengetahui bahwa sejarah merupakan ilmu tersendiri karena berbagai kriteria yang dimilikinya, yaitu mengapa sejarah juga sebagai seni? Apabila seseorang menulis (sejarah sebagai kisah), berdasarkan jejak-jejak masa lampau yang berupa sumber-sumber yang telah diseleksi secara ilmiah, maka sumber itu merupakan sumber lepas dan belum dianggap sejarah.
Hasil penelitian terhadap sumber-sumber itu barulah menjadi bahan-bahan dalam penyusunan penulisan sejarah sebagai kisah. Bahan-bahan lepas, daftar atau deretan angka-angka tahun serta catatan-catatan peristiwa itu semuanya baru merupakan kronik, dan bukan sejarah. Semuanya baru bisa dikatakan sejarah setelah dirangkai, disusun oleh seorang sejarawan atau peminat sejarah dengan menggunakan metode sejarah.
Dengan demikian jelas bahwa, meskipun seseorang menulis suatu kisah/sejarah berdasarkan sumber-sumber yang sama belum tentu hasilnya akan sama. Perbedaan itu bukan dalam data, atau pun sumbernya, tetapi penafsirannya dan penyimpulannya. Sebab latar belakang penulis juga ikut mewarnainya, seperti pendidikan, falsafah hidupnya, dan pengalaman, begitu juga penuturannya.
Jadi meskipun sejarah disusun berdasarkan bahan-bahan secara ilmiah, tetapi penyajiannya menyangkut soal keindahan bahasa, dan seni penulisan; maka kita cenderung untuk menyimpulkan bahwa sejarah termasuk juga sebagai karya seni, tetapi yang benar-benar seni juga tidak, sebab proses penelitiannya dilakukan secara ilmiah. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam proses penelitiannya sumber sejarah bersifat ilmiah, tetapi dalam taraf penulisannya sejarah bersifat seni.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment