6 Cara Masyarakat Prasejarah Mewariskan Masa Lalunya

Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan, memiliki cara yang berbeda dengan masyarakat yang sudah mengenal tulisan, dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa yang mereka anggap penting. Peristiwa-peristiwa penting itu dapat berupa peristiwa-peristiwa alam, seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, asal-usul suatu tempat, dan lain-lain.

Selain peristiwa alam, ada pula peristiwa yang terjadi dalam lingkungan sosial kehidupan manusia itu sendiri seperti asal-usul kelompok masyarakatnya, peperangan, peran seorang tokoh, dan lain-lain. Peristiwa-peristiwa pada masyarakat yang belum mengenal tulisan tidak meninggalkan bukti-bukti tertulis.
6 Cara Masyarakat  Prasejarah Mewariskan Masa Lalunya

Jika menjelaskan suatu asal-usul tempat, maka yang dijadikan bukti hanya bukti benda atau artefak dari benda itu sendiri. Penjelasan terhadap asal-usul suatu tempat itu lebih banyak berupa cerita lisan.

Ada 2 hal yang menjadi ciri dari tradisi lisan, yaitu sebagai berikut.
) Menyangkut pesan-pesan yang berupa pernyataan-pernyataan lisan yang diucapkan, dinyanyikan atau disampaikan lewat musik.
Tradisi lisan berasal dari generasi sebelum generasi sekarang, paling sedikit satu generasi sebelumnya.

Berbeda halnya dengan sejarah lisan (oral history), disusun bukan dari generasi sebelumnya tapi disusun oleh generasi sejaman. Asal tradisi lisan dari generasi sebelumnya karena memiliki fungsi pewarisan, sedangkan di dalam sejarah lisan tidak ada upaya untuk pewarisan.

Suripan Sadi Hutomo (1991) juga menjelaskan bahwa ada 6 hal yang mencakup tradisi lisan, yaitu:
1) Kesusastraan Lisan
2) Teknologi Tradisional
3) Pengetahuan folk Di Luar Pusat-Pusat Istana Dan Kota Metropolitan
4) Unsur-Unsur Religi dan Kepercayaan folk diluar Batas Formal Agama-Agama Besar
5) Kesenian folk diluar Pusat-Pusat Istana dan Kota Metropolitan
6) Hukum Adat

Suripan Sadi Hutomo (1991) mengemukakan 7 ciri-ciri mengenai tradisi lisan, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :
No.
Ciri-Ciri Tradisi Lisan
1.
Penyebarannya melalui mulut, maksudnya ekspresi budaya yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang melalui mulut
2.
Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat di luar kota atau masyarakat yang belum mengenal huruf
3.
Tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan yang tidak diterima oleh masyarakat modern
4.
Bercorak puitis, teratur, dan berulang-ulang; maksudnya :
(a) untuk menguatkan ingatan;
(b) untuk menjaga keaslian sastra lisan supaya tidak cepat berubah.
5.
Tidak diketahui siapa pengarangnya, dan karena itu menjadi milik masyarakat
6.
Terdiri dari berbagai versi dan menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari), mengandung dialek, diucapkan tidak lengkap.
7.
Menggambarkan ciri-ciri budaya sesuatu masyarakat, sebab sastra lisan itu merupakan warisan budaya yang menggambarkan masa lampau, tetapi menyebut pula hal-hal baru.


Menurut Edy Sedyawati dalam Muslihah (2002), tradisi lisan adalah segala wacana yang disampaikan secara lisan, mengikuti tata cara atau adat istiadat yang telah memola dalam suatu masyarakat. Kandungan isi wacana tersebut dapat meliputi berbagai hal seperti: berbagai jenis cerita atau pun berbagai jenis ungkapan seremonial dan ritual. Cerita-cerita yang disampaikan secara lisan itu bervariasi dari uraian genealogi, mitos, legenda hingga keberbagai cerita kepahlawanan.
Cara Masyarakat  Prasejarah Mewariskan Masa Lalunya

Tradisi lisan sebagai sebuah karya sejarah tradisional tidak menggunakan prosedur penulisan sejarah ilmiah. Karya-karya yang disebarkan melalui tradisi lisan sering kali memuat sesuatu yang bersifat supranatural di luar jangkauan pemikiran manusia. Dalam karya-karya tersebut antara fakta dan imajinasi serta fantasi bercampur baur.

Cara masyarakat pra-aksara dalam mewariskan apa yang mereka miliki dilakukan melalui keluarga dan masyarakat. Berikut adalah 5 metode pewarisan masa lalu yg dilakukan melalui 2 cara tersebut.

a) Folklore
Yaitu adat istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi belum dibukukan. Ada juga yg mengartikan folklore adalah sebuah cerita yang tokohnya adalah binatang, makhluk hidup diluar manusia, atau personifikasi abstrak yang mengambil perwatakan kemanusiaan dan berbicara serta bertingkah seperti manusia.

Folklore dibedakan menjadi 2, yaitu :
 Folklore Lisan
Folklor lisan bentuknya murni lisan. 6 bentuk (genre) folklor yang termasuk pada kelompok ini antara lain :
(1) Bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan;
(2) Ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pomeo;
(3) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki;
(4) Puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair;
(5) Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng;
(6) Nyanyian rakyat. (kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika), dan musik rakyat.

 Folklore Sebagian Lisan
Folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat misalnya, yang oleh orang “modern” seringkali disebut takhyul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat untuk melindungi diri atau dapat membawa rezeki, seperti batu-batu permata tertentu.

Bentuk-bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok besar ini, selain kepercayaan rakyat, adalah permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.

 Folklore Non-Lisan
Folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi menjadi 2 subkelompok, yakni :
Material dan Bukan Material.
Bentuk-bentuk folklor yang tergolong yang Material antara lain : arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.
Sedangkan yang termasuk yang Bukan Material antara lain: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat.

Folklor sebagai bagian dari kebudayaan suatu kolektif, tentunya memiliki ciriciri tersendiri yang merupakan identitas pembeda dengan kebudayaan yang lain.
Berikut adalah tabel 9 ciri-ciri pengenal folklore menurut Brunvand dan Carvalho-Neto, kemudian dirumuskan oleh Danandjaja (2002).
No.
Ciri-Ciri
Penjelasan
1.
Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan
Disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.
folklor bersifat tradisional
Disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
3.
folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang bebeda
Hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dasarnya tetap bertahan.
4.
folklor bersifat anonim
Nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.
5.
folklor mempunyai bentuk berumus atau berpola
Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau dalam bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijing dina (pada suatu hari).
6.
folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif
Cerita rakyat, misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
7.
folklor bersifat pralogis
Mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
8.
folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu
Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
9.
folklor bersifat polos dan lugu
Seringkali terlihata kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.


b) Dongeng
Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Selanjutnya dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran moral atau bahkan sindiran.

Selain itu ada juga yang menyebutkan bahwa dongeng itu adalah mite yang telah rusak (broken-down myths).

Dongeng juga memiliki kesamaan unsur-unsur cerita dengan daerah-daerah lain. Cerita Cinderella misalnya dalam versi Indonesia juga dikenal dengan ”Bawang Merah dan Bawang Putih”, ”Si Melati dan Si Kecubung”, dan ”I Kesuna Ian I Bawang” (di Bali).

Dongeng memiliki begitu banyak jenis, menurut Anti Aarne dan Stith Thompson dalam Danandjaja (2002) yang berjudul The Types of the Folktale, dongeng terbagi ke dalam empat golongan besar, yaitu:

(1) Dongeng Binatang (animal tales)
Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar. Binatang-binatang tersebut dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Pada suatu kebudayaan binatang-binatang itu terbatas pada beberapa jenis.
Di Eropa (Belanda, Jerman dan Inggris) binatang yang sering menjadi tokoh cerita adalah rubah (fox) yang bernama Reinard de Fox.
Di Amerika, pada kebudayaan masyarakat Negro kelinci yang bernama Brer Rabit, pada masyarakat Indian Amerika coyote (sejenis anjing hutan), rubah, burung gagak, dan laba-laba.
Di Indonesia dan Filipina, kancil (pelanduk) dengan nama sang Kancil atau seekor kera.
Binatang-binatang itu semua mempunyai sifat yang cerdik, licik dan jenaka. Tokoh sang Kancil misalnya dalam ilmu folklor disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu.

Suatu bentuk khusus dongeng binatang adalah fabel, yaitu dongeng binatang yang mengandung moral (ajaran baik dan buruk). Di Jawa Tengah dan Jawa Timur dongeng yang berupa fabel disebut tantri.
Menurut C. Hooykaas, cerita tantri berasal dari naskah Pancatantra yang sudah mengalami proses adaptasi.

(2) Dongeng Biasa (ordinary tales)

Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang.

Di Indonesia dongeng biasa yang populer adalah yang bertipe ”Cinderella”,
Yaitu seorang wanita yang tidak ada harapan (unpromissing heroin). Dongeng biasa yang bertipe Cinderella ini bersifat universal karena tersebar ke segala penjuru dunia.

Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang juga memiliki penyebaran yang luas adalah yang bertipe ”Oedipus”.
Yaitu tentang perkawinan sumbang antara seorang laki-laki dengan ibu kandungnya (mother incest prophecy) dan pembunuhan ayah oleh putra kandungnya secara tidak sengaja. Di Indonesia dongeng yang setipe dengan Oedipus, yaitu dongeng Sangkuriang atau disebut juga ”Legenda Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” dari Jawa Barat. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat mite ”Prabu Watu Gunung” dan dari Nanga Serawai Kalimantan Barat terdapat dongeng ”Bujang Munang”.
Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang penyebarannya luas adalah yang bertipe “Swan Maiden” (Gadis Burung Undan).
Yaitu dongeng atau legenda mengisahkan seorang putri yang berasal dari burung undan atau bidadari, yang terpaksa menjadi manusia karena kulit burungnya atau pakaian bidadarinya disembunyikan seseorang sewaktu ia sedang mandi. la kemudian menjadi istri laki-laki itu dan baru dapat kembali ke kayangan setelah menemukan kembali kulit, pakaian burung atau pakaian bidadarinya.
Dongeng biasa seperti ini selain terdapat di Indonesia juga terdapat di India, Spanyol, Jerman, Perancis, Arab, Persia, Polinesia, Melanesia, Australia dan Eskimo. Beberapa contoh dari Indonesia adalah dongeng Raja Pala dari Bali.

(3) Dongeng Lelucon dan Anekdot (jokes and anecdotes tales)

Yaitu dongeng-dongeng yang dapat menimbulkan rasa menggelikan hati, sehingga menimbulkan ketawa bagi yang mendengarkannya maupun yang meneritakannya. Walaupun demikian bagi kolektif atau tokoh tertentu, yang menjadi sasaran dongeng itu, dapat menimbulkan rasa sakit hati.

(4) Dongeng Berumus (formula tales)
Yaitu dongeng yang strukturnya terdiri dari pengulangan. Dongeng-dongeng berumus mempunyai beberapa subbentuk, yakni: a. dongeng bertimbun banyak (cumulative tales), b. Dongeng untuk mempermaikan orang (catch tales), dan c. Dongeng yang yang tidak mempunyai akhir (endless tales).

Dongeng juga memiliki beberapa ciri yang membedakannya dari 2 bentuk cerita rakyat yang disebutkan terlebih dahulu. Adapun 5 ciri-ciri dongeng menurut Rusyana dkk. (2000) adalah sebagai berikut.
No.
Ciri-Ciri Dongeng
1.
Dongeng merupakan cerita tradisional yang terdapat di masyarakat sejak zaman dahulu.
2.
Peristiwa yang diceritakan menggambarkan peristiwa dahulu kala.
3.
Perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kebanyakan perbuatan biasa, akan tetapi ada juga yang melakukan hal-hal luar biasa atau keajaiban.
4.
Latar cerita dapat berupa tempat biasa yang ada di bumi ini atau juga latar yang bukan merupakan tempat biasa seperti kayangan atau tempat tinggal makhluk halus.
5.
Oleh masyarakatnya dongeng tidak diperlakukan sebagai sesuatu yang pernah terjadi dan sebagai sesuatu kepercayaan.


c) Legenda
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda seringkali dipandang sebagai ”sejarah” kolektif (folkstory).
Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah maka legenda harus bersih dari unsur-unsur yang mengandung sifat-sifat folklore.
Cara Masyarakat  Prasejarah Mewariskan Masa Lalunya

Menurut Danandaja (2002) legenda bersifat sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang.

Berikut adalah 6 ciri-ciri legenda menurut Yus Rusyana (2002) dalam tabel sebagai berikut.
No.
Ciri-Ciri Legenda
1.
Legenda merupakan cerita tradisional karena cerita tersebut sudah dimiliki masyarakat sejak dahulu.
2.
Ceritanya biasa dihubungkan dengan peristiwa dan benda yang berasal dari masa lalu, seperti peristiwa penyebaran agama dan benda-benda peninggalan seperti mesjid, kuburan dan lain-lain.
3.
Para pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betul-betul pernah hidup pada masyarakat lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, dianggap sebagai pelaku sejarah, juga dianggap pernah melakukan perbuatan yang berguna bagi masyarakat.
4.
Hubungan tiap peristiwa dalam legenda menunjukan hubungan yang logis.
5.
Latar cerita terdiri dari latar tempat dan latar waktu. Latar tampat biasanya ada yang disebut secara jelas dan ada juga yang tidak. Sedangkan latar waktu biasanya merupakan waktu yang teralami dalam sejarah.
6.
Pelaku dan perbuatan yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan legenda seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal itu anggapan masyarakat pun menjadi seperti itu dan melahirkan perilaku dan perbuatan yang benar-benar menghormati keberadaan pelaku dan perbuatan dalam legenda.


Menurut Jan Harold Brunvand dalam Danandjaja (2002) legenda digolongkan menjadi 4 kelompok yakni :
No.
Jenis Legenda
Penjelasan
1.
Keagamaan (religious legends)
Legenda orang-orang suci (santo/santa) Nasrani, orang saleh, para wali penyebar agama Islam. Salah satu contoh misalnya cerita-cerita mengenai Wali Songo di Jawa yang banyak sekali berkembang di masyarakat. Selain itu terdapat pula peninggalan mereka yang berupa makam atau disebut keramat. Mengenai legenda jenis ini bila kita perhatikan pengelompokan yang dilakukan oleh Rusyana dkk, salah satunya termasuk pada kelompok legenda keagamaan ini, yaitu legenda penyebaran agama Islam.
2.
Alam Gaib (supernatural legends)
Biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran takhayul atau kepercyaan rakyat. Legenda alam gaib ini berhubungan dengan kenyataan di luar dunia nyata namun ada di sekitar kita, misalnya tentang keberadaan makhluk gaib, hantu, setan ataupun tempat-tempat yang sekiranya memiliki keanehan tersendiri misalnya desa yang dapat menghilang dan sebagainya.
3.
Perseorangan (personal legends)
Legenda yang bercerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar terjadi. Legenda golongan ini bila kita cermati dan kita bandingkan dengan pengelompokan legenda menurut Rusyana dkk, maka termasuk pada kelompok yang kedua yaitu legenda pahlawan pembangunan masyarakat atau budaya. Keduanya disebut demikian dengan pertimbangan bahwa kedua kelompok tersebut bercerita mengenai tokoh atau orang yang telah melakukan sesuatu yang sampai sekarang masih dianggap kebenarannya oleh masyarakat.
4.
Setempat (local legends)
Cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk tofografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya. Legenda setempat ini merupakan golongan legenda yang paling banyak jumlahnya.


d) Mitos dan Mitologi
Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam dan sebagainya. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya.
Selain berasal dari Indonesia, adapula mitos yang berasal dari luar negeri. Mitos yang berasal dari luar negeri pun pada umumnya sudah mengalami pengolahan lebih lanjut sehingga tidak terasa lagi asing. Hal ini disebabkan cerita-cerita itu mengalami proses adaptasi.
Menurut Moens-Zorab, orang Jawa bukan saja telah mengambil alih mitos-mitos dari India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa serta pahlawan-pahlawan Hindu sebagai dewa dan pahlawan Jawa. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa mitos-mitos itu (di antaranya berasal dari cerita epos Ramayana dan Mahabharata) terjadi di Jawa.
Mitos di Indonesia biasanya menceritakan terjadinya alam semesta (cosmogony) terjadinya susunan para dewa dunia dewata (pantheon) terjadinya manusia pertama dan tokoh pahlawan budaya (culture hero); terjadinya makanan pokok, seperti beras dan sebagainya.
Mengenai mite terjadinya padi, dikenal adanya Dewi Sri yang dianggap sebagai dewi padi orang Jawa. Menurut versi Surabaya (Jawa Timur), Dewi Sri adalah putri raja Purwacarita. la mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur, Sri dan Sedana disihir oleh ibu tirinya. Sadana diubah menjadi seekor burung layang-layang dan Sri diubah menjadi ular sawah.
Versi lain dari Jawa menceritakan bahwa padi berasal dari jenazah Dewi Sri, istri Dewa Wisnu.

e) Upacara-Upacara Adat Istiadat
Upacara yang dilakukan masyarakat kuno merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, para dewa, atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib.
Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk mendapatkan kemurahan hati para dewa dan untuk menghindarkan diri dari kemarahan para dewa yang seringkali diwujudkan dengan berbagai malapetaka dan bencana alam.
Cara Masyarakat  Prasejarah Mewariskan Masa Lalunya

Upacara Larung Samudro, misalnya yang diselenggarakan setiap tanggal 1 Suro dalam kalender Jawa, dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari kemarahan Ratu Pantai Selatan sebagai penguasa Laut Selatan.
Sultan Agung mengembangkan rintisan para Wali dengan membesarkan perayaan Gerebeg yang berarti Hari Besar. Sejak masa pemerintahan Sultan Agung dikenal adanya 3 macam Gerebeg, yaitu sebagai berikut.
(1) Gerebeg Pasa, hari raya setelah selesai berpuasa, yakni hari raya Idul Fitri.
(2) Gerebeg Besar, hari raya Idul Adha.
(3) Gerebeg Maulud, perayaan hari raya maulid Nabi Muhammad Saw. yang sekarang menjadi hari peringatan ”Sekaten”.
(4) Upacara Pajang Jimat di Cirebon.

Sebelum pengaruh Hindu-Buddha hadir, masyarakat kuno di Nusantara telah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme.
Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek-moyang yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai, gunung, senjata.
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan manusia dalam kehidupan.


f) Nyanyian Rakyat (folksongs)
Nyanyian rakyat adalah salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara masyarakat tertentu dan berbentuk tradisional serta banyak memiliki varian.
Dari berbagai jenis nyanyian rakyat, yang dapat dipertimbangkan sebagai salah satu sumber dari penulisan sejarah adalah nyanyian rakyat yang bersifat berkisah, nyanyian rakyat yang tergolong dalam kelompok ini adalah Balada dan Epos. Perbedaan antara Balada dan Epos terletak pada tema ceritanya.
Tema cerita Balada mengenai kisah sentimentil dan romantis.
Tema cerita Epos atau wiracarita mengenai cerita kepahlawanan.
Cara Masyarakat  Prasejarah Mewariskan Masa Lalunya

Keduanya memiliki bentuk bahasa yang bersajak. Nyanyian yang bersifat berkisah ini banyak terdapat di Indonesia. Di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat epos yang berasal dari epos besar Mahabarata dan Ramayana. Nyanyian rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga di sebut sebagai ”Gending”.
Gending-gending tersebut masih dibagi ke dalam beberapa jenis seperti Sinom, Pucung dan Asmaradhana, Balada di Jawa Barat diwakili oleh Pantun Sunda.

Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Bangsa Secara Politis, Sosiologis dan Antropologis Serta Contohnya

3 Sifat Negara (Memaksa, Monopoli & Mencangkup Semua) Pengertian dan Contohnya Lengkap