Metode Penelitian Sejarah : Menulis Kembali Peristiwa Masa Lampau dan Bentuk Penelitian Sejarah
- Get link
- X
- Other Apps
A. Menulis Kembali Peristiwa Masa Lampau
Peristiwa masa lampau meninggalkan jejak dan jejak peristiwa sejarah ini menjadi sumber penulisan sejarah. Dari sumber –sumber sejarah baik yang berupa sumber lisan, tertulis maupun benda, diteliti secara cermat, dibandingkan, kemudian diinterpretasikan dan akhirnya disusun menjadi suatu kisah sejarah yang mudah dipahami dan menarik.
Untuk dapat menulis kembali peristiwa masa lampau menjadi suatu tulisan yang mudah dipahami dan menarik, diperlukan suatu metode. Metode penelitian sejarah lazim disebut metode sejarah. Metode adalah cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan teknis.
Metode berbeda dengan metodologi. Metodologi adalah "science of methods", yaitu ilmu yang membicarakan petunjuk pelaksanaan teknik penelitian ilmu pengetahuan. Adapun yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan yang saksama dan teliti terhadap suatu masalah, baik untuk mendukung atau menolak suatu teori atau untuk mendapatkan kebenaran.
Menurut Gilbert J. Garraghan (1975 ) bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber –sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hal –hal yang dicapai dalam bentuk tertulis.
Senada dengan pengertian ini, Louis Gottschalk, (1975) mengatakan metode sejarah adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menguji dan menganalisis data yang diperoleh dari peninggalan –peninggalan masa lampau kemudian direkonstruksikan berdasarkan data yang diperoleh sehingga menghasilkan kisah sejarah.
Sejak penulisan kisah –kisah dilakukan secara ilmiah, penulisan sejarah mempergunakan metode sejarah. Prosedur kerja sejarawan untuk menuliskan kisah masa lampau berdasarkan jejak –jejak yang ditinggalkan oleh masa lampau itu, ternyata, terdiri atas langkah –langkah sebagai berikut:
(1) Mencari jejak –jejak masa lampau.
(2) Meneliti jejak –jejak secara kritis.
(3) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak –jejak itu berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau.
(4) Menyampaikan hasil –hasil rekonstruksi imajinatif masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak –jejaknya maupun imajinasi ilmiah.
Sesuai dengan langkah –langkah yang diambil di dalam keseluruhan prosedur, metode sejarah biasanya dibagi atas empat kelompok –kelompok kegiatan yaitu:
1. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani heurishein, artinya memperoleh.
Menurut G.J. Reiner (1997), heuristik adalah suatu teknik, mencari dan mengumpulkan sumber. Dengan demikian heuristik adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber. Dalam hubungan penelitian, peneliti mengumpulkan sumber –sumber yang merupakan jejak sejarah atau peristiwa sejarah.
Jejak –jejak dari sejarah sebagai peristiwa merupakan sumber bagi sejarah sebagai kisah dan disebut heuristik, yang berasal dari kata Yunani Heuriskein, yakni mempunyai arti menemukan.
Jika kita ingat bahwa sejarah terdiri atas begitu banyak periode dan dibagi –bagi atas begitu banyak bidang: seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, militer dan sebagainya maka kita akan manyadari bahwa sumber sejarah sebenarnya beraneka ragam.
Secara sederhana, sebenarnya mencari jejak sejarah sama halnya dengan mencari jejak binatang buruan. Untuk menghadang binatang buruan, hendaknya kita mengetahui dahulu ke mana arahnya buruan pergi.
Jejak kaki yang ditinggalkan oleh binatang yang bersangkutan, memberitahukan kita ke mana dan di mana kita harus menghadangnya. Begitu pula dengan pencarian jejak –jejak sejarah. Kita harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang informasi peristiwa yang tengah diselidiki.
Suatu prinsip di dalam heuristik adalah sejarawan harus mencari sumber primer. Sumber primer dalam penelitian sejarah adalah sumber yang disampaikan oleh saksi mata. Hal ini dalam bentuk dokumen, misalnya catatan sidang, catatan rapat, daftar anggota organisasi, dan arsip laporan pemerintah atau organisasi yang tersimpan di gedung arsip nasional.
Sedangkan dalam sumber lisan yang dianggap primer ialah wawancara langsung dengan pelaku peristiwa atau saksi mata. Adapun sumber koran, majalah, dan buku adalah sumber sekunder. Dengan demikian langkah heuristik adalah mencari sumber primer, apabila tidak memungkinkan baru sumber sekunder.
2. Kritik atau Analisis
Setelah sumber sejarah terkumpul, maka langkah berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik sumber untuk memperoleh keabsahan sumber.
Dalam hal ini yang harus diuji ialah keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri lewat kritik intern. Dengan demikian, kritik sumber ada dua, yakni kritik ekstern dan kritik intern.
a. Kritik Ekstern
Kritik ekstern bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai sesuatu sumber: Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki? Apakah sumber itu asli atau turunan? Apakah sumber itu utuh atau telah diubah –ubah? Pertanyaan-pertanyaan mempersoalkan otentik tidaknya atau sejati tidaknya sesuatu sumber.
Jika diungkapkan secara negatif pertanyaan akan berbunyi apakah sumber itu palsu?
Pertanyaan kedua mengenai asli tidaknya sesuatu sumber, harus dijawab dengan analisis sumber. Analisis sumber mencoba mengetahui apakah sesuatu sumber itu asli ataukah turunan. Sumber asli sudah barang tentu lebih tinggi mutunya daripada sumber turunan atau salinan.
Proses ini terutama sekali penting bagi dokumen –dokumen dari zaman dahulu karena pada waktuitu satu –satunya cara memperbanyak adalah dengan jalan menyalinnya. Dalam menyalin itu tentu ada kemungkinan timbulnya perubahan di dalam isi dokumen.
Dokumen –dokumen dari zaman modern yang diperbanyak dengan mesin stensil atau dengan kertas –karbon, dan foto kopi sudah tentu lebih dapat dipercaya daripada sumber yang diturunkan dengan tulisan tangan.
b. Kritik Intern
Kritik intern adalah kritik terhadap isi dari suatu peninggalan sejarah seperti isi prasasti, kitab kuno, dokumen dan sebagainya. Kritik Intern ini mulai bekerja setelah kritik ekstern selesai menentukan, bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen yang kita cari. Kritik intern harus membuktikan, bahwa kesaksian yang diberikan oleh sesuatu sumber itu memang dapat dipercaya.
3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber –sumber. Jadi interpretasi untuk mendapatkan makna dan saling hubungan antara fakta yang satu dengan yang lainnya.
Setelah melakukan kritik intern, kita telah dapat menghimpun banyak sekali informasi mengenai sesuatu periode sejarah yang sedang kita pelajari. Berdasarkan semua keterangan itu dapat kita susun fakta –fakta sejarah yang dapat kita buktikan kebenarannya.
Menurut Louis Gottschalk suatu fakta sejarah atau ”historical facts adalah; a particular derived di rectly or indirectly from historical documents and ragaded as credible after careful tasting in accordance with the canons of historical method’’.
Penafsiran ini perlu dilakukan karena walau bagaimana pun suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau tak akan mampu diungkapkan secara keseluruhan dan detail. Tak semua peristiwa tersebut direkam atau ditulis oleh orang –orang yang hidup pada masa peristiwa berlangsung. Bahkan tak jarang, penulis adalah orang yang hidup pada masa berlainan dengan masa tokoh atau kejadian yang ia tulis.
Kita bisa melihat perbedaan mendasar yang terdapat dalam naskah Pararaton dan Negarakretagama. Dalam buku Pararaton diceritakan bahwa Raja Kertanegara dari Singasari adalah sosok yang suka berpesta –pora dan berperilaku serampangan, sedangkan Negarakretagama menggambarkannya sebagai raja yang religius, penganut Buddha –Tantrayana yang saleh.
Dengan demikian, terlihat jelas bahwa antara penulis kedua kitab tersebut terdapat pandangan yang berbeda mengenai Kertanegara. Yang satu merendahkan, sementara yang satu mengagungkan.
4. Historiografi
Langkah terakhir metode sejarah ialah historiografi, yakni merupakan cara penulisan, pemaparan atau penulisan laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Penulisan hasil laporan hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari fase awal hingga akhir (penarikan kesimpulan).
Penyajian penelitian secara garis besar dan sederhana terdiri atas tiga bagian, yakni :
(1) pendahuluan,
(2) pembahasan ( hasil penelitian) dan
(3)penutup.
Setiap bagian biasanya dijabarkan dalam bab –bab atau subbab. Di samping itu pada bagian depan ada halaman judul, kata pengantar, dandaftar isi. Dalam hal ini bisa ditambahkan daftar tabel atau daftar gambar, sedangkan di bagian akhir ada daftar pustaka dan lampiran.
Pendahuluan, antara lain meliputi : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian. Pembahasan/hasil penelitian adalah penjabaran dari rumusan masalah, misalnya rumusan masalah tiga (a, b, dan c), maka pembahasannya juga a,b, dan c.
Penutup, terdiri dari simpulan yang merupakan hasil dari analisis terhadap data dan fakta yang telah dihimpun atau merupakan jawaban terhadap rumusan yang telah dirumuskan. Kesimpulan dirumuskan secara ringkas, jelas, dan tegas.
Saran berkaitan dengan kesimpulan yang dinyatakan secara operasinal (jelas) kepada siapa ditujukan dan apa saran yang disampaikan.
Menurut Kuntowijoyo (2000) sebelum keempat langkah itu sebenarnya ada satu kegiatan penting, yakni pemilihan topik/judul dan rencana penelitian. Topik/judul penelitian memuat masalah atau objek yang harus dipecahkan melalui penelitian.
Dalam sebuah judul penelitian sejarah, biasanya terdiri dari :
(1) Masalah, objek atau topik penelitian;
(2) Subyek;
(3) Lokasi atau daerah;
(4) Tahun atau waktu terjadinya peristiwa; dan kadang disebutkan pula
(5) Metode penelitian.
Contoh karya Sartono Kartodirdjo dengan judul : Pemberontakan Petani Banten 1888. Rinciannya :
(1) Objeknya ialah pemberontakan;
(2) Subjeknya petani;
(3) Lokasinya di Jawa khususnya di Banten; dan
(4) Waktu tahun1888.
Dalam historiografi ada tiga persoalan yang penting, yakni:
(1) Peristiwa –peristiwa sejarah manakah yang dianggap patut dicatat.
(2) Bagaimana menghubungkan peristiwa –peristiwa tersebut satu sama lain.
(3) Apakah dan manakah sumber –sumbernya?
B. Bentuk Penelitian Sejarah
Dalam rangka mengungkapkan kembali peristiwa –peristiwa masa lampau, para sejarawan melakukan serangkaian proses penelitian dengan metode –metode ilmiah (metode sejarah). Dilihat dari pengumpulan datanya, ada dua jeni spenelitian sejarah, yakni penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.
a. Penelitian Lapangan
Dalam melakukan penelitian ada beberapa cara atau teknik yang dilakukan oleh seorang sejarawan. Ada seorang sejarawan yang datang ketempat terjadinya peristiwa bersejarah atau ke tempat penemuan peninggalan –peninggalan bersejarah.
Jika peninggalan –peninggalan sejarah itu sudah tersimpan di museum, maka seorang peneliti sejarah dapat melakukan penelitian di museum. Namun, jika seorang peneliti sejarah ingin mendapatkan keterangan langsung dari pelaku sejarah atau saksi sejarah yang masih hidup sebagai sumber lisan, maka peneliti sejarah dapat melakukan wawancara (interview).
b. Penelitian Kepustakaan
Dalam melakukan penelitian kepustakaan seseorang peneliti sejarah memusatkan perhatiannya untuk memperoleh data tertulis (dokumen). Dokumen ini tersimpan di museum atau perpustakaan, seperti kitab –kitab kuno, kronik atau berita Cina, arsip –arsip VOC, autobiografi, rekaman video, buku –buku, surat kabar dan sebagainya.
Itu semua merupakan dokumen yang penting bagi penelitian sejarah. Oleh karena itu, penelitian kepustakaan sering disebut juga penelitian dokumenter.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment