Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia

Manusia adalah mahluk yang memiliki perbedaan dengan binatang. Perbedaan utama manusia dengan binatang adalah manusia memiliki akal sedangkan binatang tidak. Akal yang dimiliki oleh manusia itulah yang menjadi penyebab utama kehidupan manusia mengalami perkembangan. Perkembangan ini terjadi ketika manusia berinteraksi dengan lingkungan alam.


Dengan akal yang dimilikinya, manusia mencoba memecahkan tantangan alam yang dihadapinya. Sedangkan binatang, dalam menghadapi tantangan cenderung melakukan adaptasi secara fisik. Misalnya di daerah yang beriklim dingin binatang memiliki kulit yang tebal, di dalamair binatang memiliki sirip dan insang untuk bernapas, dan yang lainnya.


Binatang yang tidak mampu beradaptasi dengan alam cenderung akan punah. Adaptasi yang dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan tantangan alam, lebih banyak menggunakan akal. Manusia dengan akal yang dimilikinya, mencoba berpikir bagaimana memecahkan tantangan hidup yang dihadapiyang disebabkan oleh kondisi alam.


Kehidupan kepercayaan manusia pun mengalami perkembangan. Suatu kepercayaan pada manusia, biasanya timbul disebabkan adanya keyakinan pada diri manusia terhadapnya kekuatan kekuatan gaib yang menguasai kehidupan manusia. Kekuatan gaib tersebut dapat dipersonifikasikan ke dalam benda benda fisik yang ada di sekitarnya, misalnya pohon, batu, bahkan juga binatang.


Benda benda tersebut dianggap keramat. Sebagai wujud adanya kepercayaan maka lahirlah kegiatan kegiatan ritual atau upacara upacara penyembahan. Upacara penyembahan pun mengalami perkembangan mulaidari menyembah terhadap benda benda yang dianggap memiliki kekuatan yang gaib, sampai dengan mempercayai adanya Dewa dan Tuhan.


1. Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan


Masa ini merupakan awal tahapan kehidupan manusia dalam bidang kehidupan sosial ekonomi. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan menghasilkan alat alat yang digunakan untuk menopang kehidupannya. Selain itu, pada masa ini menghasilkan pula sistem kepercayaan.


Ditepi sungai atau danau banyak terdapat ikan dan binatang lain yang menjadi buruan mereka dan dapat mereka makan. Ada yang hidup di tepi pantai karena pantai banyak terdapat sumber makanan. Demikian juga yang tinggal di gua gua, di daerah sekitarnya pastilah daerah yang cukup memberikan makanan, sehingga mereka bisa bertahan untuk hidup.


Manusia purba secara sederhana telah menghasilkan kebudayaan, sebab budaya adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Mereka berhasil menciptakan alat alat untuk menangkap binatang buruan, menguliti binatang buruan, mengorek ubi ubian, mengail ikan dan sebagainya.


Sisa sisa peninggalan hidup tempat tinggal sementara dari zaman Mesolitikum ini disebut kyokkemoddinger (sampah dapur) dan abris sous roche (gua sebagai tempat tinggal).


a. Kehidupan social ekonomi


Kehidupan manusia pada masa ini, belum melakukan pengolahan terhadap sumber sumber daya alam. Ketergantungan manusia terhadap alam sangat tinggi, mereka memakan makanan yang sudah disediakan oleh alam.


Mereka memakan makanan yang disediakan oleh alam. Makanan diperoleh dengan cara berburu, mengumpulkan buah buahan, ubi ubian, dan menangkap ikan. Mereka hidup dalam kelompok kelompok kecil (bergerombol) agar mampu menghadapi segala macam tantangan atau ancaman.


Pada masa ini, pengolahan makanan baru sebatas dibakar saja, karena mereka sudah mengenal api. Kehidupan berburu menyebabkan manusia purba harus hidup berpindah pindah. Mereka belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen.


Dalam berburu binatang, biasanya mereka menyusuri sungai yang dapat dijadikan petunjuk jalan agar tidak tersesat. Sungai mereka susuri dengan cara berjalan kaki, belum menggunakan perahu.


Sedangkan di tepian pantai, manusia purba memakan makanan yang terdapat di pantai. Makanan yang mereka makan adalah kerang dan ikan laut. Teknik penangkapan ikan dilakukan dengan alat sederhana, belum menggunakan perahu atau jaring seperti sekarang. Mereka menggunakan tombak atau kail untuk menangkap ikan.


b. Alat-alat yang digunakan


Batu, tulang, dan kayu merupakan bahan bahan yang digunakan oleh manusia purba untuk membuat alat alat. Temuan yang dilakukan oleh para ahli, lebih banyak menemukan alat alat dari batu dan tulang. Hal ini mungkin disebabkan batu dan tulang merupakan bahan yang kuat, tidak mudah lapuk.


Sedangkan kayu merupakan bahan yang mudah lapuk, sehingga para ahli tidak terlalu banyak menemukan alat alat yang terbuat dari kayu. Penemuan sejumlah alat dari batu ditemukan oleh von Koeningwald di Pacitan pada tahun 1935.


Alat yang ditemukan berupa kapak genggam. Jenis alat ini serupa kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini disebut pula dengan sebutanchopper. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara digenggam. Bentuk kapak ini masih kasar, dan diperkirakan Pithecantrhopus merupakan pendukung kebudayaan kapak genggam.


Pendapat ini didasarkan pada lapisan tempat ditemukannya kapak genggam. Kapak ini ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan lapisan tanah pithecanthropus. Kapak genggam ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, antara lain Pacitan, Bali, Flores, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Jawa Barat (Sukabumi dan Ciamis).


Chopper atau alat genggam yang ditemukan di Pacitan

Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Di luar Indonesia, jenis kapak ini ditemukan di Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Myanmar, dan Pakistan. Sezaman dengan Pithecanthropus, Sinanthropus Pekinensis yang ada di China meninggalkan juga jenis kapak genggam.


Di daerah Ngandong dan Sidorejo ditemukan pula alat lainnya yang terbuat dari tulang. Alat dari tulang itu banyak berasal dari tulang binatang hasil buruan. Bagian tulang yang digunakan sebagai alat biasanya bagian tanduk dan kaki.


Fungsi dari alat ini dipergunakan untuk mengorek umbi umbian dari dalam tanah dan mengerat daging binatang. Tanduk atau tulang yang diikatkan pada kayu dapat berfungsi sebagai tumbak untuk berburu binatang atau menangkap ikan.


Di daerah lainnya, yaitu Sangiran, Sulawesi Selatan, Maumere, danTimor ditemukan alat alat serpih yang dinamakan flakes. Flakes ini sangat kecil sekali dan bentuknya ada yang seperti pisau, gurdi, atau penusuk. Diperkirakan flakes ini digunakan untuk mengupas, memotong, atau menggalimakanan.


Flakes dari Sangiran

Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Kalau dikaitkan dengan kehidupan manusia purba, kebudayaan kapak genggam (chopper), alat tulang tulang, dan flakes ini termasuk pada peninggalan jenis manusia Pihecanthopus Erectus. Manusia jenis ini hidup pada masa Palaeolithikum atau zaman batu tua dengan ciri ciri kebudayaan yang dihasilkan banyak terbuat dari batu yang masih kasar.


c. Sistem kepercayaan


Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, sistem kepercayaan pada sesuatu yang luar biasa atau kekuatan di luar kehendak manusia, tampaknya sudah ada. Hal itu dapat diketahui dari sisa sisa penguburan manusia yang telah meninggal dunia. Dengan demikian, mereka percaya, bahwa ada suatu kehidupan lain setelah mati.


Temuan lukisan di dinding dinding gua menunjukkan adanya hasrat manusia purba untuk merasakan suatu kekuatan yang melebihi kekuatan dirinya. Lukisan dibuat dalam bentuk cerita upacara penghormatan nenek moyang, upacara kesuburan, perkawinan, dan upacara minta hujan, seperti yang terdapat di Papua.


Lukisan lukisan lain yang ditemukan antara lain lukisan kadal di Pulau Seram yang menggambarkan penjelmaan roh nenek moyang, gambar manusia sebagai penolak roh roh jahat, serta gambar perahu yang melambangkan perahu bagi roh nenek moyang dalam perjalanan ke alam baka. Ini terjadi pada masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut.


d. Sistem Bahasa


Interaksi antar anggota kelompok saat berburu menimbulkan sistem komunikasi dalam bentuk bunyi mulut, yakni dalam bentuk kata kata atau gerakan badan yang sederhana. Perkembangan komunikasi antar anggota kelompok maupun antar kelompok ini terus berkembang pada masa hidupnya Homo sapien dalam bentuk bahasa.


e. Ciri ciri Masa Berburu dan Berpindah pindah 


Kehidupan masyarakat berburu dan berpindah pindah mempunyai ciri ciri sebagai berikut:


1) Manusia hidup berkelompok dan tempat tinggal mereka berpindah pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain (nomaden) seiring dengan usaha memenuhi kebutuhan hidupnya.


2) Mereka belum mengenal bercocok tanam.


3) Kebutuhan makan mereka tergantung pada alam, sehingga cara mereka mencari makan disebut dengan nama food gathering (mengumpulkan makanan) dan berburu.


4) Alat alat kebutuhan mereka dibuat dari batu yang belum dihaluskan (masih sangat kasar).



2. Masa Bercocok Tanam


Hidup menetap dan bercocok tanam ada pada zaman Neolitikum, di mana manusia purba benar benar telah memiliki kemampuan penalaran yang tinggi, terbukti dari hasil kebudayaan yang semakin halus dan sempurna.


a. Lingkungan Alam


Perkembangan volume otak manusia purba mendorong mereka untuk berpikir lebih maju daripada sebelumnya. Dengan kemajuan berpikir, perilaku mereka pun makin teratur. Pada masa ini masyarakatnya telah bertempat tinggal menetap, meski suatu saat bisa berpindah.


Ketika bertempat tinggal untuk waktu yang relatif lama, mereka menyiapkan persediaan makanan untuk satu waktu tertentu. Dengan demikian, mereka tak perlu lagi mengembara mencari makanan ke daerah lain.


Kehidupan bercocok tanam pertama kali yang dikenal manusia purba adalah berhuma. Berhuma adalah bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan kemudian menanaminya. Setelah tanahnya tak subur, mereka mencari hutan lain untuk dihumakan.


Setelah bosan berhuma, manusia purba segera mencari akal guna mempermudah hidup mereka. Mulailah mereka bercocok tanam dan beternak. Dengan bercocok tanam mereka akan lebih lama bertempat tinggal karena dalam bercocok tanam diperlukan keteraturan waktu dan waktu tersebut tidaklah singkat.


Mungkin sekali jenis jenis tanaman pada tahap awal kegiatan bercocok tanam adalah ubi, sukun, keladi, dan pisang. Memelihara hewan ternak bertujuan agar mereka tak perlu lagi berburu binatang liar. Mereka tinggal menyembelih hewan ternak mereka.


Kehidupan bercocok tanam dan beternak ini disebut juga sebagai food producting atau menghasilkan makanan sebagai perkembangan dari food gathering atau mengumpulkan makanan.


b. Kehidupan social ekonomi


Melalui bercocok tanam, manusia purba menjadi saling mengenal dengan sesamanya. Hubungan kelompok A dengan kelompok B menjadi lebih erat. Ini terjadi karena dalam memenuhi kehidupannya, mereka dituntut untuk selalu bekerja sama, bergotong-royong.


Cara gotong royong berlaku pula ketika membangun tempat tinggal, di ladang dan sawah, menangkap ikan, merambah hutan. Dengan kemampuan komunikasi antarsesama menimbulkan rasa saling membutuhkan satu sama lainnya.


Dengan dipilih seorang pemimpin kelompok, setiap orang mendapat tugas sosial. Semakin banyak populasi dan semakin banyaknya kebutuhan manusia akan alam, menimbulkan persaingan antarsesama. Oleh karena itu, dibentuklah suatu tatanan sosial masyarakat yang mesti ditaati oleh anggotanya.


Ketergantungan ini di antaranya adalah ketergantungan akan hasil bumi yang tak dimiliki seseorang atau suatu keluarga. Maka dari itu, mereka membutuhkan orang atau pihak lain yang memunyai hasil bumi yang diperlukannya itu. Dengan demikian, terjadilah kegiatan barter. Aksi barter ini dilakukan dengan cara tukar menukar hasil bumi.


Sistem ini merupakan pola perdagangan yang primitif sekali. Aktifitas barter ini memungkinkan terbentuknya kelompok baru, yakni kelompok yang khusus menjalankan aksi barter dan berdiam di sebuah tempat yang telah disepakati bersama, yakni pasar tradisional.


Di pasar ini mereka menjajakan barang barang kebutuhan guna ditular oleh barang kebutuhan lain. Hingga sekarang keberadaan pasar tradisional yang masih memberlakukan sistem barter masih dapat ditemui di daerah daerah pedalaman.


c. Budaya dan Hasil Alat yang dihasilkan


Semakin lama, pola bercocok tanam dan beternak semakin berkembang. Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari semula menanam umbi umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien. Mereka mulai memperhalus peralatan mereka.


Dari sinilah timbul perkakas perkakas yang lebih beragama dan maju secara teknologi daripada masa berburu dan mengumpulkan makanan, baik yang terbuat dari batu, tulang, atau pun tanah liat. Hasil hasil temuan yang menunjukkan budaya pada saat itu adalah beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, dan perhiasan.


(1) Beliung persegi: diduga dipergunakan dalam upacara; banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu, dan beberapa daerah di Asia Tenggara.


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


(2) Kapak lonjong: umumnya terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam hitaman; dibuat dengan cara diupam hingga halus; ditemukan di daerah Maluku, Papua, Sulawesi Utara, Filipina, Taiwan, Cina.


(3) Mata panah: digunakan sebagai alat berburu dan menangkap ikan; untuk menangkap ikan mata panahnya dibuat bergerigi dan terbuat dari tulang, mata panah untuk menangkap ikan ini banyak ditemukan di dalam goa goa di pinggir sungai; orang Papua kini masih menggunakan mata panah untuk menangkap ikan dan berburu, namun terbuat dari kayu.


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia

(4) Gerabah: terbuat dari tanah liat yang dibakar; digunakan sebagai tempat menyimpan benda benda perhiasan; biasanya dihiasi motif motif hias yang indah.



Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia

Berbagai perhiasan dari batu



(5) Perhiasan: terbuat dari tanah liat, batu kalsedon, yaspur, dan agat; dapat berwujud kalung, gelang, anting anting; bila seseorang meninggal maka ia akan dibekali perhiasan di dalam kuburannya.


d. Sistem Kepercayaan


Kepercayaanmanusia ini mengalami perkembangan. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan kepercayaan baru sebatas adanya penguburan. Kepercayaan inikemudian berkembang pada masa bercocok tanam dan perundagian.


Bukti peninggalan kepercayaan pada masa bercocok tanam yaitu ditemukannya bangunan bangunan batu besar yang berfungsi untuk penyembahan. Zaman penemuan batu batu besar ini disebut dengan zaman megalithikum.


Pada masa bercocok tanam ini manusia purbanya telah mengenal anggapan bahwa roh manusia setelah mati dianggap tidak hilang, melainkan berada di alam lain yang tidak berada jauh dari tempat tinggalnya dahulu.


Dengan demikian, karena sewaktu waktu roh yang bersangkutan dapat dipanggil kembali bila dimintakan bantuannya. Untuk itu, pada saat seorang mati dikuburkan maka ia dibekali dengan bermacam macam keperluan sehari hari, seperti perhiasan dan periuk.


Untuk orang orang terkemuka (kepala suku atau kepala adat), kuburannya dibuat agak istimewa, terlihat dari bentuknya yang terdiri atas batu batu besar, seperti sarkofagus, peti batu, menhir, dolmen, waruga, punden berundak-undak, dan arca. Masa di mana mulai dibangunnya bangunan bangunan dari batu ini disebut juga era Megalitikum.


1) Menhir


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Menhir merupakan tugu batu yang tegak, tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. Menhir ini banyak ditemukan di Sumatera, Sulawesi Tengah, serta Kalimantan. Di daerah Belubus, Kecamatan Guguk, Kabupaten Limapuluh Koto, Sumatera Barat, terdapat menhir yang tingginya 125 cm, berbentuk seperi gagak pedang, baguan lengungannya menghadap Gunung Sago.


2) Dolmen


Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang berbentuk meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang.


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga didalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang meninggal, di dalam dolmen disertakan benda benda seperti periuk, tulangdan gigi binatang, dan alat alat dari besi.


3) Sarkofagus


Sarkofagus adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat (batu tunggal). Sarkofagus ini banyak ditemukan di daerah Bali. Sarkofagus di Bali masih diangap keramat dan magis oleh masyarakat sekitar.


4) Kubur batu


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.


5) Waruga


Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.


6) Punden berundak undak


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden berundak undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan yang berupa batu tersusun secara bertingkat tingkat. Di tempat punden berundak undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden berundak undak antara lain di Lebak Sibedug (Banten Selatan) dan Ciamis (Jawa Barat).


7) Arca atau Patung


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Arca pada masa Megalitikum terbuat dari batu, biasanya berbentuk sosok hewan dan manusia. Jenis hewan yang sering dibentuk adalah gajah, kerbau, harimau, monyet. Arca arca batu ini banyak terdapat di Sumatera selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Timur.



3. Masa perundagian


Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga menggunakan barang barang yang berasal dari batu.


a. Sistem social ekonomi


Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang barang dari logam. Pengerjaan barang barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini.


Selain itu, ada orang orang tertentu yang memiliki benda benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial. Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.


Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma norma dan nilai. Norma norma dan nilai nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupannya.


Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah.


Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen.


Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu dengan ditemukannya alat alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat alat yang lainnya.


b. Budaya dan Alat yang dihasilkan


Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk melakukan hal yang terbaik pada dirinya, di antaranya pengaturan tata air (irigasi). Perdagangan pun diperluas hingga antarpulau yang sebelumnya hanya antardaerah domestik.


Dengan demikian, terjadilah sosialisasi antara manusia Indonesia dengan suku dan bangsa bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih maju, seperti kebudayaan India dan Cina. Melalui interaksi dengan orang India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan, yang kemudian melahirkan kerajaan Hindu Buddha seperti Kutai, Tarumanagara, Sriwijaya, Mataram, dan lain lain.


Kehidupan seperti ini menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang memerlukan alat alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan bahan dari logam. Hasil hasil peninggalan kebudayaannya antara lain nekara perunggu, moko, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan perhiasan.


1) Bejana


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L. Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.


2) Kapak perunggu


Bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung, atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.


3) Nekara perunggu


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia

Berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai genderang perang; memiliki pola hias yang beragam, dari pola binatang, geometris, dan tumbuh tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.


4) Kapak corong


Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya.


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjangsisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali,Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.


5) Perhiasan dan manik manik


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi; berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik manik banyak ditemukan di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.


6) Arca perunggu


Berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang.


Kehidupan Sosial, Ekonomi, Religi, dan Budaya + Perkembangan Masa Berburu Hingga Pertanian Masyarakat Purba Di Indonesia


Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan pelana.


c. Sistem kepercayaan


Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam. Kepercayan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya. Anggapan seperti ini memunculkan jenis kepercayaan yaitu :


1) Animisme


Dalam kepercayaan animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda memiliki kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta pertolongan pada saat diperlukan. Mereka percaya akan hal hal yang gaib atau kekuatan hebat.


Kepercayaan terhadap bermacam macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.


2) Dinamisme


Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya hutan belantara, lautan luas, gua gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar, batu batu besar, dan lain lain.


Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang menimbulkan kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada batu akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan dengan air kembang.


Di kemudian hari, kepercayaan kepercayaan animisme dan dinamisme mendorong manusia menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan pribadi mereka maupun kehidupan alam semesta.


Kepercayaan terhadap “Kekuatan Tunggal” ini lantas dihayati sebagai kekayaan batin spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu Buddha dan kemudian Islam.

Comments

Popular posts from this blog

3 Sifat Negara (Memaksa, Monopoli & Mencangkup Semua) Pengertian dan Contohnya Lengkap

Pengertian Bangsa Secara Politis, Sosiologis dan Antropologis Serta Contohnya